Dengan ilmu pengetahuan, dicapai kesejahteraan karena sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan optimal. Pemanfaatan yang optimal inilah yang meningkatkan daya saing. Dengan ilmu pengetahuan dan juga teknologi, proses-proses pada pengolahan barang dan jasa menjadi lebih efisien dan akibatnya daya saing meningkat. Pada masa yang lalu, eknonomi memang berbasis pada sumber daya alam. Namun, saat ini kondisi tersebut sudah tidak dapat berlangsung lagi. Tengok saja negara-negara dengan sumber daya alam yang minim, dan bahkan tidak ada sama sekali, dapat mencapai kesejahteraan yang luar biasa. Misalnya saja Singapura, Jepang, dan Finlandia. Sumber daya manusia yang makin unggul, ditopang pula dengan pemanfaatan sumber daya modal, membuat negara-negara tersebut menjadi lebih sejahtera. Jika ukuran sejahtera diindikasikan dengan GDP (produk domestik bruto), Prof Barmawi (Kompas, 22 Juni 2009) menyatakan bahwa negara-negara yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi, GDP-nya US$ 20.000 ke atas. Sedangkan negara-negara yang masih mengandalkan pada sumber daya alam, GDP-nya di bawah US$ 2.000. Peningkatan daya saing, menggunakan peran ilmu pengetahuan dan teknologi, memerlukan sarana dan prasarana yang menjadi tanggung jawab bukan saja oleh negara, melainkan juga peran aktif dari masyarakat. Kemajuan dan kesejahteraan pada saat ini memerlukan partisipasi masyarakat. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sinergi tiga komponen utama: akademisi, kelompok bisnis, dan pemerintah. Sinergi tiga kelompok itu dikenal dengan sinergi ABG (academician, businessman, government).
Kelompok akademisi merupakan kiprah peneliti dari perguruan tinggi serta lembaga penelitian dan pengembangan (litbang). Secara alamiah mereka adalah kelompok yang berkiprah pada proses litbang untuk mencari invensi, yaitu menemukan hal-hal yang baru. Hasil temuan itu, dengan sentuhan konsep ekonomi dari para pebisnis, menjadi inovasi yang berpotensi memiliki nilai jual. Untuk mencapai rangkaian invensi dan inovasi ini sampai ke pasar, diperlukan suasana yang mendukung dan hal ini diciptakan oleh pemerintah dengan peraturan-peraturan yang kondusif. Salah satu usaha mendekatkan kelompok akademisi dan pebisnis adalah menggunakan wahana yang tepat, yaitu pembangunan technopark.Technopark adalah suatu kawasan yang menampung fasilitas litbang dan inkubasi yang mempersiapkan suatu temuan (invensi) menjadi produk yang laku di pasar. Umumnya kelompok akademisi tidak memiliki sense berbisnis. Jika bersinergi dengan kelompok bisnis, diperoleh suatu produk yang laku di pasaran. Natur dari akademisi tidak harus diubah menjadi pebisnis, yang kalau tidak fokus biasanya akan berakhir dengan kegagalan. Sedangkan para pebisnis, sudah tentu tidak pas kalau melakukan kegiatan litbang. Para pihak seharusnya berkarya pada bidangnya masing-masing secara profesional.
Di Indonesia konsep technopark belum berkembang dengan baik. Sampai saat ini baru ada di beberapa lokasi, yaitu di Sragen, Surakarta, dan Jababeka Bekasi.Technopark di sana difasilitasi oleh pemerintah dan swasta, sedangkan negara sudah cukup besar berinvestasi di Puspiptek Serpong. Di technopark Puspiptek jalinan dengan kelompok bisnis belum optimal, sementara dukungan fasilitas dan SDM iptek cukup tersedia. Di Solo Technopark, sinergi belum begitu optimal dengan masih minimnya peran akademisi yang berperan menghasilkan invensi. Di Sragen masih pada tahap awal dan berbasis pada balai latihan kerja yang menggunakan fasilitas teknologi maju. Adapun di Jababeka Bekasi, unsur pemerintah tidak secara langsung hadir.
Dalam kaitan untuk meningkatkan daya saing, lebih khususnya daya saing lokal dalam tatanan regional dan global, peran pemerintah masih harus ditingkatkan dalam memberikan suasana yang kondusif. Pada beberapa hal, peran sektor keuangan masih belum optimal. Dalam hal ini lembaga keuangan modal ventura belum cukup berkembang. Di sini diperlukan dukungan pemerintah agar lembaga litbang dapat memperoleh dana-dana penelitian dari modal ventura.
Salah satu contoh pemerintah daerah yang memberikan dukungan yang luar biasa adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta. Selain dukungan finansial dan fasilitas termasuk lahan, Pemkot Surakarta juga memberikan iklim yang kondusif dengan menerbitkan peraturan daerah. Solo Technopark dapat dijadikan contoh oleh daerah-daerah lain yang akan meningkatkan daya saing dengan produk-produk yang inovatif dan membanggakan. Karya yang membanggakan tidak harus berupa hal-hal yang spektakuler, tetapi hal-hal sederhana yang bermanfaat dalam peningkatan kesejahteraan pun dapat masuk kelompok yang membanggakan itu. Teknologi tinggi memang monumental, tetapi kemanfaatan lebih monumental. Jayalah bangsa Indonesia.(Suara Karya, 1 September 2009/ humasristek)
- 1 September 2009
Sumber :
Wisnu Sardjono Soenarso
Asisten Deputi Urusan Pengembangan Program Riptek Daerah
Kementerian Negara Riset dan Teknologi
Kementerian Negara Riset dan Teknologi
Suara Karya, 1 September 2009/ humasristek, dalam :
21 Setember 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar