Google Directory > Technology

Senin, 21 September 2009

Mozaik Perkembangan Teknologi Indonesia

TAHUN lalu saya mengunjungi sebuah perusahaan pembuat tongkang di Pulau Batam. Tongkang adalah perahu besi yang banyak digunakan untuk pengangkutan batu bara dan kelapa sawit di berbagai daerah di Indonesia.

Tongkang ditarik kapal penghela atau sering disebut dengan tug-boat. Tahun 2008 lalu merupakan boom bagi industri ini karena permintaan yang sangat besar, baik dari dalam maupun luar negeri. Setiap set tongkang dan tugboat tersebut memiliki harga sampai Rp25 miliar per pasang, tergantung dari kapasitas tongkang maupun kapal penghelanya.

Perusahaan yang kami kunjungi berkembang pesat dan pada akhirnya harus melakukan efisiensi tinggi dalam hal penggunaan tempat demi meningkatkan kapasitas produksi. Di Pulau Batam saja, saya dengar ada sekitar 80-an perusahaan serupa yang mampu menangani pembuatan kapal semacam itu.

Pada tingkat yang lebih sophisticated kita melihat berkembangnya industri strategis perkapalan, yaitu PT PAL. Perusahaan ini berhasil mengembangkan teknologinya sehingga mampu menguasai pembuatan kapal dengan ukuran 50.000 ton yang dikenal dengan nama Star 50. Kapal tersebut dipesan banyak negara, termasuk Jerman, Hong Kong, dan Turki. Kemampuan perusahaan BUMN tersebut bahkan memungkinkan mereka untuk membuat kapal induk helikopter sebagaimana dipertunjukkan maketnya dalam pameran Indodefence tahun lalu.

Meskipun perusahaan tersebut saat ini masih terbelit masalah keuangan, kemampuan teknologinya di bidang perkapalan rasanya tidak perlu diragukan. Pembangunan Grand Indonesia Shopping Town, kawasan pertokoan yang bahkan lebih besar dan lebih mewah dari The Mall of America, mal terbesar di Negeri Paman Sam yang letaknya di Minneapolis, bahkan juga termasuk Menara BCA yang merupakan gedung tertinggi di Indonesia, hampir sepenuhnya dibangun insinyur-insinyur Indonesia.

Ini tentu berbeda sekali dengan di tahun 1960-an, saat Hotel Indonesia dibangun dan memerlukan insinyur Jepang untuk melakukannya. Kemampuan sipil dari insinyur-insinyur Indonesia memungkinkan mereka untuk juga berkiprah di pasar global, terutama di kawasan Timur Tengah. PT Rekayasa Industri adalah anak perusahaan Pupuk Sriwijaya. Perusahaan tersebut dewasa ini mampu membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan harga sangat kompetitif, jauh lebih murah dibandingkan pesaingnya dari luar negeri.

Perusahaan tersebut sekarang ini mengerjakan beberapa proyek PLTP di Indonesia dan berhasil menarik ke bawah biaya investasi yang harus dikeluarkan oleh investornya. Cerita semacam ini akan terus mengalir kalau kita rajin menyisirnya.

Jika pekan lalu secara khusus saya bercerita tentang prospek PT Dirgantara Indonesia, hal itu lebih banyak dipicu oleh perbincangan saya dengan seorang teman presiden dari Brasil yang mengikuti program Presidential Friends of Indonesia tanggal 17 Agustus lalu.

Kendati demikian, pengalaman selama ini berbicara dan kesempatan mengunjungi berbagai perusahaan di Indonesia memungkinkan saya untuk secara objektif mengatakan bahwa perkembangan teknologi di Indonesia sungguh jauh melampaui yang kita bayangkan saat ini.

Visi 2025 dan Perkembangan Teknologi Indonesia

Pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memaparkan Visi 2025 kepada khalayak, banyak komentar sinis yang terlontar. Apakah kita memiliki kemampuan untuk mencapai hal itu? Apakah itu bukan suatu mimpi atau bahkan, lebih sadis lagi, suatu kebohongan? Saya telah mengikuti perkembangan data makro Indonesia selama bertahun-tahun. Itulah sebabnya pada 2005 saya meluncurkan sebuah buku Musim Semi Perekonomian Indonesia.

Pada buku itu pun saya tegaskan perlunya Pemerintah Indonesia membangun sebuah visi untuk negeri ini. Namun, yang lebih penting lagi, saya sungguh optimistis mengenai masa depan negara kita. Oleh karena itu, merupakan suatu kebahagiaan tersendiri jika pada 2008, pada saat banyak negara sudah berjatuhan ke dalam resesi, Indonesia mampu bersama China dan India tetap bertahan sehingga menjadi sorotan berbagai kalangan dunia.

Optimisme tersebut membuat saya yakin bahwa pada 2025, Indonesia sangat mungkin memiliki pendapatan per kapita lebih dari USD10.000 dan bahkan mungkin mendekati USD15.000 sehingga secara keseluruhan, perekonomian Indonesia akan mencapai lebih dari USD3 triliun, suatu tingkat yang lebih besar daripada perekonomian Jerman, Inggris atau Prancis saat ini. Namun, yang lebih penting adalah melihat kemampuan dunia bisnis Indonesia secara mikro.

Dari sisi ini, saya semakin percaya bahwa kompetisi yang ada tidaklah mengerdilkan kemampuan dunia bisnis Indonesia, melainkan justru menguatkannya. Kehadiran Shell, Petronas, dan sebagainya dalam bisnis ritel perminyakan ternyata justru memperkuat kemampuan bersaing Pertamina. Kehadiran bankbank asing di Indonesia juga memperkuat kemampuan perbankan Indonesia dan memperkuat kemampuan sumber daya manusia kita.

Jika dulu perbankan kita banyak membajak tenaga ahli dari Citibank dan sebagainya, dewasa ini para bankir Indonesia justru menjadi sasaran pembajakan oleh bank-bank asing. Sementara itu Garuda Indonesia menjadi semakin kuat karena adanya persaingan tersebut. Pada saat yang sama berbagai perusahaan penerbangan swasta domestik seperti Lion Air dan Mandala mampu berkembang pesat, tidak kalah dengan kemampuan perusahaan penerbangan negara lain.

Pada akhirnya memang diperlukan ketajaman cara pandang untuk mampu melihat prestasi Indonesia secara objektif. Hanya dengan itu kita akan memiliki kemampuan untuk mensyukurinya.(*)
- 31 Agustus 2009


Sumber :
CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO
Pengamat Ekonomi
(jri)
21 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar